Advertisement
PKM UMY Tingkatkan Produktivitas Perajin Batok Arang di Desa Triharjo Sleman

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Sukamta, dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) di Dusun Morangan 9, Desa Triharjo, Kecamatan Sleman, Sleman, dengan tema Peningkatan Pendapatan Kelompok Pengrajin Arang Batok Kelapa Maju Adil Makmur Melalui Produksi Asap Cair Berkualitas Tinggi (Grade A) untuk mendukung Program Biogasoline.
PKM ini melibatkan 10 anggota Kelompok Pengerajin Arang Batok Kelapa Maju Adil Makmur
Advertisement
Kelompok pengrajin arang batok kelapa “Maju Adil Makmur” yang berada di Desa Triharjo, Kecamatan Sleman, berdiri sejak 2015 dipimpin oleh Agus Winarno dibantu oleh 4 orang sebagai anggota, yang semuanya warga setempat. Manajemen pengelolaan usaha masih bersifat konvensional dan belum melibatkan teknologi modern. Tingkat pendidikan para sumberdaya manusianya secara umum setingkat SLTA ke bawah. Ketersediaan bahan baku cukup melimpah yang berasal dari daerah sekitar khususnya wilayah Sleman.
Kelompok ini hanya memiliki dua buah tungku yang dipakai memroses batok kelapa menjadi arang, dengan kapasitas terpasang rata-rata 3 ton/minggu atau 12 ton/bulan. Sehingga kapasitas kedua tungku pengolahan batok kelapa tersebut adalah 24 Ton/bulan dan menghasilkan 6.8 Ton/bulan produk arang batok kelapa.
“Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh kelompok pengrajin ini adalah manajemen kapasitas produksi, kualitas produk, dan harga jual yang rendah. Kapasitas produksi rendah yaitu hanya mampu 0.5 ton /hari/tungku disebabkan karena terbatasnya jumlah tungku yang dimiliki (hanya ada 2 tungku). Sedangkan kualitas produk yang rendah disebabkan belum adanya penerapan standar mutu di dalam proses produksi. Sedangkan harga jual sangat dipengaruhi oleh kualitas produkyang memiliki kadar air hingga lebih dari 7 %,” kata Sukamta melalui keterangan tertulis kepada Harian Jogja.
Untuk itu diperlukan alat ukur kadar air untuk memastikan produk memenuhi standar, serta dengan menambahkan proses lanjutan setelah menjadi arang, yaitu memroses arang menjadi briket. Berdasarkan analisis ekonomi diketahui bahwa harga bahan baku batok kelapa sekitar Rp 1500/kg, dan setelah diproses menjadi arang maka terjadi peningkatan harga jual yaitu Rp 6400/kg. Namun, perlu diketahui bahwa setiap 3500 kg (senilai Rp 5.250.000,-) hanya menghasilkan 1000kg arang batok kelapa (senilai Rp 6.400.000,-).
Dengan demikian maka peningkatan pendapatan yang diperoleh hanya sangat tipis yaitu sebesar 22% belum termasuk jika terjadi gagal produk. Jika Jika nantinya pengrajin mampu mengubah arang batok kelapa menjadi briket, maka akan terjadi peningkatan pendapatan sebesar 4 kali lipat, karena harga briket di pasaran sekitar Rp 27000/kg. Hal ini tentunya akan diikuti dengan penambahan keuntungan secara linear.
Di sisi lain, asap yang dihasilkan dari proses produksi ini berpotensi mengganggu lingkungan karena jumlahnya yang banyak. Untuk itu telah dilakukan proses pencairan asap berbetuk gas menjadi cair, yang kemudian disebut asap cair. Namun demikian, asap cair yang dihasilkan masih bercampur dengan abu (fly ash, sehingga harganya murah yaitu sekitar Rp 7.500 per liter. Jika dapat mengolahnya kembali menjadi asap cair kualitas tinggi (grade A) maka harga menjadi Rp 32.000.
“Hal inilah permasalahan yang masih dihadapi oleh pengrajin arang batok kepala “Maju Adil Makmur”. Untuk itu telah terjadi kesepakatan antara pengabdi dengan kelompok pengrajin arang batok kelapa “Maju Adil Makmur” untuk meningkatkan manajemen dengan menerapkan standar kualitas terhadap produk asap cair dan melakukan peningkatan pendapatan melalui produksi asap cair berkualitas tinggi (grade A) untuk mendukung program biogasoline,” kata Sukamta
Dua permasalahan yang berbeda yang dihadapi mitra tersebut seperti tersebut di atas yaitu terkait permasalahan produksi dan permasalahan manajemen (manajemen bahan baku, manajemen proses produksi, manajemen packing dan pergudangan, manajemen pengiriman, manajemen penjaminan mutu produk, dan manajemen pemasaran). Sehingga diperlukan penyuluhan kepada kelompok pengrajin, pelatihan proses produksi dan penjaminan kualitas, pendampingan langsung kepada pengrajin, dan pengukuran keberhasilan implementasi program
“Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya peningkatan pendapatan kelompok pengerajin arang batok kelapa, yang semula memiliki pendapatan dengan margin yang tipis, sekarang memiliki pendapatan yang cukup karena ada tambahan pendapatan dari adanya penambahan nilai pada produk asap cair sehingga harganya naik 4 kali lipat, yaitu dari sebelumnya harga asap cair sebesar Rp 6.000,00 per liter, menjadi Rp 28.000,00 setelah dilakukan proses destilasi,” kata Sukamta. (Adv)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- UMY Bantu Warga Dusun Sonyo Pahami Pentingnya Komunikasi Bencana
- UMY Kolaborasi dengan PDM Bantul Kembangkan Agribisnis Singkong
- LP3M UMY Bersama DLH Bantul Wujudkan Kampung Ramah Lingkungan
- UMKM dan PKK di Dusun Ngebel Dilatih Manajemen Organisasi
- KKN REG IT 120 UMY Bantu Digital Marketing UMKM di Bantul
Advertisement

Pemkab Gunungkidul Terjunkan 110 Personel untuk Pantau Kesehatan Hewan Kurban
Advertisement

Kamis, Polisi Limpahkan Berkas Nikita Mirzani ke Kejaksaan
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement